Setiap membicarakan kesehatan dan asupan nutrisi tubuh, antioksidan pasti sering disebutkan. Manfaat antioksidan tidak pernah ketinggalan dikatakan sebagai penjaga kekebalan bagi tubuh dan mencegah radikal bebas. Hampir semua penyakit, membutuhkan senyawa kimia tersebut untuk mencegah dan melawannya, dari penyakit jantung hingga kanker. Lalu, bagaimana manfaat antioksidan bagi tubuh tersebut bekerja? Simak berikut ini!
Pengaruh Radikal Bebas pada Antioksidan
Secara sederhana, Healthline menyebutkan antioksidan adalah molekul tubuh yang melawan radikal bebas. Sedangkan, pada Wikipedia, antioksidan merupakan senyawa yang menghambat oksidasi. Begitu juga pada kamus Cambridge.org, bahwa antioksidan adalah zat yang memperlambat proses oksidasi.
Dari pengertian-pengertian tersebut, sebelum membahas lebih lanjut tentang antioksidan, perlu anak kost ketahui dulu mengenai “radikal bebas”. Melansir dari SELF, radikal bebas mengacu kepada setiap molekul dalam tubuh yang memiliki elektron bebas atau tidak berpasangan. Oleh karena tidak berpasangan, sifat elektron tersebut menjadi tidak stabil, sehingga mereka mencari dan menggandeng molekul lain di sekitarnya.
Menurut Chwan-Li (Leslie) Shen, Ph.D., dekan pada Texas Tech University Health Science kepada SELF, tubuh manusia menghasilkan radikal bebas pada berbagai aktivitas tubuh, seperti mencerna dan olahraga berat. Radikal bebas juga keluar untuk merespons paparan sinar UV, polusi, merokok, dan penyakit tertentu.
Keberadaan radikal bebas bagai dua sisi mata uang. Pada kondisi normal, radikal bebas malah bermanfaat bagi tubuh. Seperti untuk melawan peradangan, membunuh kuman penyakit, hinggal polimerisasi dinding sel. Namun, karena radikal sangat reaktif, pada jumlah berlebih, dapat menyebabkan kerusakan sel melalui proses yang disebut stres oksidatif.
Stres oksidatif dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan, gaya hidup, dan stres, seperti:
- Polusi udara
- Merokok
- Minum alkohol
- Kadar gula darah yang tinggi
- Asam lemak polyunsaturated yang tinggi
- Radiasi, termasuk berjemur berlebihan
- Infeksi bakteri, jamur
- Asupan zat besi, magnesium, tembaga, atau seng berlebih
- Terlalu banyak atau sedikit oksigen dalam tubuh
- Olahraga berlebih sampai merusak jaringan otot
- Asupan antioksidan berlebih dan kekurangan
Di sinilah pentingnya kehadiran antioksidan untuk mengendalikan radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa--yang berasal dari dalam atau asupan dari luar tubuh--yang membantu menetralkan radikal bebas dan molekul lain dalam tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Cara antioksidan menetralkan radikal bebas bisa bermacam-macam. Seperti, menurut Mahdi Garelnabi, Ph.D., profesor ilmu biomedis dan nutrisi dari University of Massachusetts-Lowell, meminjamkan sebuah elektron pada radikal bebas guna menurunkan tingkat reaktifnya. Atau, mengikat suatu zat sebagai cara mencegah terjadinya reaksi radikal bebas lebih lanjut.
Dengan menstabilkan radikal bebas, antioksidan membantu kerja sistem kekebalan tubuh manusia menjadi lebih efisien dan mengurangi peradangan kronis. Sehingga, dapat terhindar dari berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskuler dan kanker. Selain itu, melalui proses yang berbeda, antioksidan dapat membantu memperbaiki DNA dan kerusakan membran sel.
Dari Mana Asal Antioksidan?
Tubuh manusia dapat memproduksi sendiri antioksidan. Sayangnya, jumlah antioksidan alami dari tubuh sering tidak mencukupi kebutuhannya. Seringnya, justru tubuh menghasilkan radikal bebas dan tidak mampu menanganinya, jelas Dr. Shen, sehingga penting untuk mendapat asupan antioksidan dari luar tubuh.
Sering disebutkan bahwa antioksidan paling mudah ditemukan pada bahan-bahan makanan dengan istilah “superfood”. Padahal, ada ribuan jenis antioksidan dan tidak semuanya selalu berasal dari superfood.
Antioksidan dapat kamu temukan pada berbagai jenis bahan makanan, seperti buah, sayuran, seafood, gandum utuh, juga daging, termasuk dalam bentuk suplemen. Antioksidan dapat dari vitamin, ada juga berbentuk mineral esensial.
Contoh antioksidan dalam vitamin dan sumbernya:
- Vitamin C (ada di sayur brussels sprouts, kubis merah, dan cabai).
- Vitamin E (ada di kacang almond, biji bunga matahari, dan minyak zaitun).
- Vitamin A, yang diproses tubuh dari zat beta karoten (ada di sawi hijau, ubi, dan cantaloupe).
Contoh antioksidan dalam mineral esensial dan sumbernya:
- Selenium (ada di kacang Brasil, daging kalkun).
- Seng (ada di tiram, daging sapi, dan biji labu).
Menurut Bradley Bolling, Ph.D., asisten profesor ilmu pangan pada University of Wisconsin-Madison, ada juga antioksidan yang tidak termasuk nutrisi esensial bahan makanan, tapi tetap bermanfaat positif bagi sel dan jaringan tubuh. Antioksidan nonesensial ini telah diteliti mampu mengoptimalkan kesehatan, mencegah penyakit kronis, memperpanjang umur, dan mengurangi peradangan.
Contohnya antioksidan non-esensial dan sumbernya:
- Likopen (ada di semangka, saus tomat).
- Lutein dan zeaxanthin (ada di bayam, daun selada Romaine, daun Swiss chard).
- Asam klorogenat (ada di kopi, apel, dan terong).
- Flavonoid (ada di aneka buah berry, teh, dan sitrus).
- Ergothioneine (ada di jamur).
Manfaat Antioksidan bagi Kesehatan Tubuh
Secara umum, antioksidan membantu melawan stres oksidatif dalam tubuh, yang terkait dengan masalah kesehatan, seperti kanker, penyakit neurodegeneratif, diabetes, dan penyakit metabolisme tubuh.
Yang perlu diingat adalah, ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan timbulnya masalah kesehatan, salah satunya adalah stres oksidatif. Oleh karena itu, untuk mencegah penyakit, selain mengonsumsi banyak bahan makanan yang kaya antioksidan, perlu didukung juga oleh asupan nutrisi makanan yang lain serta menjalani gaya hidup sehat.
Dalam sebuah study yang dipublikasikan pada European Journal of Nutrition, para peneliti menemukan bahwa dari 23.595 orang yang diteliti, orang yang paling banyak mengonsumsi antioksidan, risiko kematiannya lebih rendah 21% dalam waktu 13 tahun, dibanding yang makan paling sedikit antioksidan.
Penelitian ini dipengaruhi juga oleh faktor usia, jenis kelamin, dan status ekonomi. Para peneliti pun menekankan bahwa manfaat kesehatan tersebut dapat diperoleh juga oleh nutrisi lain dalam makanan selain antioksidan.
Dapat disimpulkan, diet atau pola makan tinggi antioksidan (atau hanya antioksidan saja) bukan pengganti pengobatan medis dan pencegahan penyakit. Ada banyak faktor-faktor lain yang menentukan juga kondisi kesehatan seseorang. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah pola makan yang teratur dan seimbang antara antioksidan dan zat-zat gizi lainnya. Tidak lupa, menjalani gaya hidup sehat.
Namun, ada satu hal yang perlu digaris bawahi, bahwa jenis antioksidan berbeda, akan memiliki pengaruh berbeda juga bagi tubuh. Contohnya, konsumsi flavonoid yang tinggi dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Bahkan, sebuah penelitian di American Journal of Clinical Nutrition mengaitkan konsumsi flavonoid tinggi dengan penurunan risiko terkena penyakit Alzheimer.
Jadi, kalau kamu ingin menurunkan risiko terkena suatu penyakit atau masalah tertentu dengan mengonsumsi antioksidan, konsultasikan dulu dengan dokter atau ahli kesehatan. Tujuannya, untuk menentukan apakah kamu perlu fokus mengonsumsi lebih banyak antioksidan atau nutrisi yang lain.
Mengatur Pola Makan Kaya Antioksidan
Ada dua perhitungan asupan antioksidan, seperti dilansir dari SELF. Pertama, untuk mengonsumsi antioksidan yang termasuk nutrisi esensial, ada perhitungan rekomendasi asupan harian (recommended daily allowances atau RDA). Contoh, untuk selenium, RDA-nya adalah 55 mikrogram per hari.
Untuk seng, vitamin A, C, dan E, RDA-nya bergantung pada usia dan jenis kelamin. Misalnya, pada wanita usia 31-50 tahun, harus mengonsumsi setidaknya seng 8 mg, vitamin A 700 mikrogram, vitamin E 15 mg, dan vitamin C 75 mg. Untungnya, nutrisi-nutrisi esensial ini sering tercantum pada label produk makanan. Dengan begitu, memudahkan perhitungan jumlah RDA-nya.
Sedangkan, untuk antioksidan nonesensial, masih belum ditentukan berapa jumlah pasti kebutuhan hariannya. Karena itu, kamu tidak akan melihat daftar nutrisi tersebut pada label produk makanan, meskipun mengandung nutrisinya.
Namun, daripada pusing-pusing memikirkan jumlah nutrisi antioksidan nonesensial, perbanyak saja mengonsumsi makanan yang kaya antioksidan. Seperti, sarapan dengan buah berry, sitrus, atau minum teh hijau, menurut Dr. Bradley Bolling, sudah cukup memenuhi kebutuhan antioksidan.
Selain itu, bahan makanan lain yang dapat untuk memenuhi kebutuhan antioksidan tubuh adalah konsumsi banyak buah dan sayuran, kacang-kacangan, gandum utuh, cokelat hitam, dan teh, juga daging tanpa lemak dan makanan laut.
Warna makanan juga memengaruhi kandungan antioksidannya. Karena itu, pilih warna yang berbeda-beda dalam sekali makan. Contohnya, menurut sebuah studi pada jurnal Current Research in Food Science, bahan makanan berwarna merah, seperti apel, stroberi, ceri asam, kubis merah, dan cabai merah cenderung kaya flavonoid jenis antosianin. Warna oranye dan kuning, seperti pada mangga, cabai kuning, jeruk, dan pisang adalah sumber vitamin C yang baik.
Perlukah Suplemen Antioksidan?
Kalau konsumsi antioksidan dari bahan makanan alami sudah tercukupi, anak kost tidak perlu lagi mengonsumsi suplemen untuk merasakan manfaat antioksidan bagi tubuh. Apalagi, dalam sebuah penelitian di tahun 2014, menurut SELF, disebutkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung bahwa mengonsumsi suplemen dapat mencegah penyakit kronis atau kematian.
Kecuali kamu harus minum suplemen atas saran dokter, pola makan yang benar dan fokus mengonsumsi berbagai buah, sayuran, dan sumber makanan kaya antioksidan lain yang telah disebutkan sebelumnya, tidak usah cemas bakal tidak bisa merasakan manfaat antioksidan bagi tubuh.
Bahkan, untuk makin memperoleh manfaat yang baik, jangan lupa untuk rajin berolahraga. Olahraga, selama tidak berlebihan, sebut Dr. Mahdi Garelnabi, bakal membantu meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi antioksidan alami.